Tampilkan postingan dengan label Sejarah Asal Nama Desa Karangmekar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Asal Nama Desa Karangmekar. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 16 Juni 2012

Sejarah Asal-Usul Desa Ciledug

Untuk mengamankan daerah dari orang-orang yang tidak mau masuk islam ,Ki Bledug Jaya meminta dikirimi prajurit tangguh dari Caruban Larang untuk melatih para pemuda dan orang-orang dewasa penduduk Pagedangan. Setelah bantuan pasukan datang,mereka melatih penduduk Pagedangan disuatu tempat,sehingga tempat itu menjadi berdebu[ledug-bahsa Jawa]sampai-sampai air[Cai-bhs Sunda]yang akan digunakan untuk mandi,mencuci dan minum bercampur ledug[debu]akhirnya tempat latihan itu terkenal dengan sebutan Ciledug hingga sekarang.

Untuk memenuhi kebutuhan Keraton Cerbon,Ki Bledug Jaya diperintahkan oleh Syarif Hidayatullah[Sunan Gunungjati] agar berdiam di Keraton Caruban Larang,tetapi pada hari Senin dan Kamis Ki Bledug Jaya diperkenankan untuk melihat daerahnya.[Orang-orang masih percaya bahwa sampai sekarang Ki Bledug Jaya pada hari Senin dan Kamis berada di Ciledug.Pada hari Senin dan Kamis banyak orang datang berziarah ke tempat tersebut].

Pada abad ke 15 daerah Pagedangan termasuk Wilayah Kerajaan Galuh yang menguasai daerah Jawa Barat sampai batas Cipamali[Sungai ini sekarang menjadi batas antara Propinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah].Agama yang di anut oleh masyarakat ketika itu kebanyakan menganut agama Hindu-Budha pengaruh dari luar daerah.Pada saat itu,di Cirebon telah berkembang agama islam yang dikembangkan oleh Pangeran Walangsungsang[Mbah Kuwu Cerbon],putra Prabu Siliwangi penguasa Kerajaan Galuh/Pajajaran. Dalam rangka mengembangkan/mensiarkan agama islam,Pangeran Walangsungsang dibantu oleh putra Nyai Rarasantang adiknya yang bernama Syarif Hidayatullah yang kemudian terkenal dengan sebutan Sunan Gunungjati. Dengan adanya Pangeran Walangsungsang menyebarkan agama islam,maka wilayah Kerajaan Galuh diliputi rasa kekhawatiran,para sesepu Galuh yang beragama Sanghiang merasa kehilangan wibawa dan kepercayaan dari masyaraktnya,antara lain Ki Arya Kidang Layaran yang juga sedang kecewa karena salah seorang anaknya yang bernama Raden Layang Kemuning mengundurkan diri sebagai Pepatih Kerajaan Galuh,meninggalkan segala kebesaran dan pergi mengembara tanpa pamit,sedangkan tempat tujuannya pun tidak diketahui rimbanya,untuk mencarinya Ki Arya Kidang Layaran mengutus Nyi Ratu Layang Sari adik Layang Kemuning.

Dalam pengembaraannya,Raden Layang Kemuning menetap dan berdiam menyendiri di suatu tempat di tepi Sungai Ci Sanggarung,ia menyamar sebagai tukang nyarah[mengambil kayu yang hanyut di sungai] dan berganti nama dengan nama Malewang.Pada suatu hari,langit mendung,halilintar bergelegar dan turunlah hujan yang sangat deras bagai ditumpahkan dari langit,akibat hujan lebat Sungai Ci Sanggarung banjir mendadak Airnya menggemuruh dan berulang-ulang menghanyutkan segala yang menghalangi,termasuk tubuh Ki Malewang yang sedang nyarah ikut hanyut,dalam keadaan pingsan ia terdampar di daerah Pagedangan,tiada selembar kainpun yang melekat di tubuhnya,karena waktu nyarah pakaiannya diletakkan ditepi Sungai[Tempat terdamparnya Ki Malewang sekarang bernama Pelabuhan].

Ratu Layang Sari yang di utus ayahandanya untuk mencari kakaknya yang bernama Raden Layang Kemuning belum mendapatkan hasil,akhirnya sampailah di tempat Ki Malewang terdampar,melihat ada tubuh seorang laki-laki yang tergeletak di tepi sungai dalam keadaan tanpa busana,maka keinginan untuk menolong diurungkan,tetapi ia melemparkan selendang untuk menutupi tubuh yang tergeletak itu,lau ia meninggalkan tempat itu dengan tidak mengira bahwa yang tergeletak adalah tubuh Kakanya yang selama ini ia cari.Setelah Ki Malewang sadar dari pingsannya,bukan main kagetnya berada di tempat itu dalam keadaan telanjang,hanya tertutup selembar selendang,ia pun bertanya-tanya dalam hati,siapa orang yang telah menutupi badannya dengan selendang itu

Di Pagedangan itu Ki Malewang membuatt gubuk untuk tempat tinggal,dan pepohonan disekitarnya ditebang untuk dijadikan lahan pertanian,daerah tepi sungai Cisanggarung tempat kediaman Ki Malewang itu sangat subur,sehingga orang-orang berdatangan ke tempat itu,dan lama kelamaan ramailah daerah Pagedangan banyak penghuninya,beberapa tahu kemudian,datanglah enam orang utusan dari kerajaan Galuh setelah mendengar keberadaan Raden Layang Kemuning di Pagedangan dengan maksud agar Raden Layang Kemuning mau kembali ke Kearajaan Galuh,tetapi Raden Layang Kemuning[Ki Malewang]menolak,bahkan orang utusan itupun ingin menetap di Pagedangan dengan tujuan mengabdi kepada Raden Layang Kemuning mengembangkan Pedukuhan.

Keenam orang tersebut adalah :

1.Ki Gagak Singalaga[Ki Gatot Singalaga]
2.Ki Angga Paksa
3.Ki Angga Raksa
4.Ki Kokol
5.Ki Jala Rawa[Ki Sekar Sari]
6.Nyi Godong Lamaranti[Disebut Nyai]

Ketika Mbah Kuwu Cerbon mengetahui bahwa daerah sebelah timur ada sebuah Pedukuhan yang masih menganut agama Sanghiang,maka ia bersama pengikutnya mendatangi Pagedangan untuk menyampaikan agama islam,kedatangan Mbah Kuwu Cerbon diterima dengan baik oleh Ki Malewang,yang kemudian ia beserta para pengikutnya masuk agama islam dengan tulus.

Untuk menambah keyakinan,Ki Malewang bersama pengikutnya mengangkat sumpah di depan Mbah Kuwu Cerbon sebagai bukti kesetiaannya memeluk agama islam,pada waktu sumpah itu dilaksanakan,tiba-tiba langit mendung gelap tertutup mendung dan halilintar yang sangat dahsyat menyambar Ki Malewang,suara menggelegar : Bleduuuug[didaerah itu disebut Bledug].Tubuh Ki Malewang tetap tegar,tidak bergetar dan tidak berubah sejak kejadian itu Ki Malewang mendapat gelar ''Ki Bledug Jaya''.

Pada tahun 1479 Syarif Hidayatullah diangkat Susuhunan di Caruban Larang,beliau memperluas Keraton Pakungwati dan akan didirikan Masjid Agung Sang Ciptarasa,karena memerlukan kayu jati yang baik dan kuat,maka Sinuhun menugaskan Ki Bledug untuk mencarikan Kayu Jati yang baik.

Bersama dengan para pengikutnya Ki Bledug Jaya menebang kayu di Bulak Kasub[daerah Dukuh Jeru-Brebes]dan mengirimkannya ke Cirebon.Kelebihan dan sisa kayu yang di bawa ke Cerbon oleh Ki Bledug Jaya dan para Pengikutnya di buat Bali yang besar.Balai[Bale]besar itu digunakan untuk tempat bermusyawarah dalam rangka penyebaran agama islam.DiBalai itu juga Mbah Kuwu Cerbon memimpin dan mengatur cara penyebaran agama islam,Balai itu lebih dikenal dengan sebutan Bale Kambang Ranjang[Bale Kambang]itu mempunyai enam buah tiang penyangga,hal ini dimaksudkan untuk mengenang jasa keenam pengikutnya yaitu : Ki gagak Sigalaga,Ki Angga Paksa,Ki Angga Raksa,Ki Kokol,Ki Jalak Rawa dan Nyi Godong Lamaranti.

Bale Kambang ini selain tempat musyawarah juga digunakan oleh ki Bledug Jaya untuk mengambil sumpah orang-orang yang baru masuk agama islam agar tidak kembali ke agama Sanghiang.

Ki Bledug Jaya/Ki Malewang/Raden Layang Kemuning wafat di Cirebon dan atas Jasanya dalam penyebaran agama islam beliau dimakamkan di Astana Gunungjati  Blok Ganggong Pamungkuran.

Dari sejarah asal-usul Desa Ciledug ini semoga anak cucu kita khususnya daerah Ciledug akan mengenalnya tau akan sejarah desanya dan tak lupa pula untuk mendoakan para leluhur tersebut yang telah berjasa selama ini,semoga bermanfa'at untuk kita semua.amin

Sejarah Asal Usul Desa Sindang Laut

Desa Sindang Laut adalah salah satu desa tertua di Cirebon,hal ini didasarkan kepada pertimbangan bahwa leluhur masyarakat Sindanglaut sudah ada sejak dahulu sebelum berdiri Kerajaan Caruban[Cirebon]yang menurut sistem zaman para wali disebut zaman Dupala.

Sebelu agama islam berkembang Desa Sindanglaut ini dahulunya merupakan suatu pedukuhan yang bernama Pedukuhan''DUKUH AWI''Dukuh artinya daerah atau tempat kediaman dan Awi[bhs Sunda artinya Bambu].jadi ''Dukuh Awi''berarti daerah berbambu/tempat tumbuhan bambu,nama tersebut berkaitan dengan keadaan alam di Sindanglaut yang memang sampai saat ini banyak terdapat tanaman bambu/awi yang jenisnya bermacam-macam.

Pada awal penyebaran agama islam,Pangeran Walangsungsang/Pangeran Cakrabuana/KiSomadullah/Haji Abdullah Iman/Pangeran Sapujagat/Ki Kuwu Caruban II berhasil menaklukan kerajaan-kerajaan kecil di wilayah Cirebon yang beragama Hindu atau Budha.oleh karena keberhasilannya itulah beliau mendapat sebutan Pangeran Sejagat,salah satu negeri/kerajaan yang berhasil di taklukannya adalah Negri Japura[sekarang disebut Astanajapura]yang merupakan bagian dari Kerajaan Galuh,kerajaan Japura pada saat itu di Pimpin oleh Prabu Amuk Marugul Sakti Mandraguna karena terkenal akan kesaktiannya.

Setelah menaklukan Negri Japura,Pangeran Sapujagat bersama para prajurit singgah di Dukuh Awi tepatnya di Sindang Pncuran sekarang,sedangkan pusat Pedukuhan Dukuh Awi terletak di ujung Barat yang sekarang dikenal dengan sebutan Sindang Kosong[Daerah Dangdeur].

Adapun tempat persinggahan Pangeran Sapujagat dan para prajurinya itu disebut Sindang Pancuran,karena ditempat itu terdapat mata air yang memancar yang ditemukan oleh Pangeran Sela Ganda dan Pangeran Sela Rasa,dengan pertimbangan bahwa mata air itu merupakan sumber kehidupan masyarakat,maka diadakanlah musyawarah para tokoh Dukuh Awi,yakni :

- Pangeran Cakrabuana/Ki Kuwu Caruban II/Pangeran Sapujagat
- Pangeran Kuningan
- Pangeran Gelang
- Pangeran Galing
- Pangeran Sela Ganda
- Pangeran Sela Rasa
- Pangeran Demas
- Pangeran Selaka
- Patih Nurzaman
- Syekh Bakir
- Ki Bagus Tapa
- Ki Syi'ah
- Ki Sumur Tutup
- Mbah Pulung
- Nyi Sondhara
- Nyi Sondhari
- Nyi Subanglarang/Nyi Subang Krancang
- Nyi Randa Embat Kasih

Dari hasil musyawarah adalah masyarakat yang tinggal di Sindang Kosong[Daerah Dangdeur]dipindahkan ke lokasi yang dekat dengan mata air Pancuran berikut pusat Pedukuhannya kesebelah Timur sungai CiPutih[sekarang termasuk Blok Manis],hal ini untuk memperluas hubungan dengan Pedukuhan lain serta untuk memperlancar proses Islamisasi,dalam musyawarah tersebut disepakati pula bahwa nama Duku Awi dirubah dengan nama  Sindanglaut yang artinya tempat persinggahan Pangeran Sapujagat/Ki Kuwu Caruban II bersama Prajurit.

Setelah beberapa lama Pangeran Sapujagat bersama para prajuritnya singgah beristirahat di Sindang Pancuran,beliau melanjutkan perjuangannya menyebarkan islam ke wilayah lain.Agar tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak lawan,pra prajurit diperintahkan menyamar sebagai rakyat biasa dan atas usul Patih Nurzaman[asal Campa]yang telah bergabung dengan prajurit Pangeran Sapujagat para prajurit itu mengubur sebagian persenjataan dan perbekalannya.

Kuburan persenjataan dan alat perbekalan Pangeran Sapujagat dan para prajurit itu sekarang masih ada di areal pemakaman Sindang Pancuran,yang bersama mata air Pancuran peninggalan Pangeran Sapujagat masih dikeramatkan oleh sebagian masyarakat,untuk memenuhi kebutuhan air bagi penduduk dibuatlah Pancuran kedua yang berlokasi disebelah selatan pancuran pertama.

Di dalam perkembangan selanjutnya,pusat Pemerintahan Desa Sindanglaut telah tiga kali berpindah tempat yakni :

1.Di Sindang Kosong[Dangdeur sebagai pusat Pedukuhan Dukuh Awi
2.Di Sindang Tengah[Sekarang termasuk Blok Manis]
3.Di Sindang Tengah bagian Timur[Sekarang termasuk Blok Pahing]

Pindahnya pusat Pemerintahan dari Sindang Tengah bagian Barat[Blok Manis]ke bagian Timur[Blok Pahing]itu terjadi sekitar tahun 1811 pada jaman Pendudukan Refles/Inggris di Indonesia,dengan alasan untuk memudahkan hubungan/komunikasi antar desa lain dan antar desa dengan Kota.

Demikian sejarah ini yang bisa kami sajikan semoga ada manf'at didalam isi cerita ini karena berkat beliau para leluhur kita bisa bertempat tinggal terutama masyarakat Sindanglaut agar untuk menyempatkan bersilaturahim mendo'akan nama-nama para leluhur tersebut,semoga bermanfa'at.amin

Sejarah Asal Usul Desa Sigong

Alkisah pada masa perkembangan islam yang sangat pesat di tanah jawa khususnya di Cirebon yang dimotori oleh Kanjeng Sunan Gunung Jati pada masa itu,tidaklah heran apabila banyak orang yang ingin berguru kepadanya untuk memperdalam ajaran islam,karena mereka yakin bahwa agama islam merupakan tuntunan bagi umatnya baik untuk di dunia maupun di akhirat di alam kelanggengan nanti.

Ucap cerita para santri/murid yang sudah pernah berguru pada Sunan Gunung Jati merasa terpanggil untuk ikut serta dalam menyiarkan agama islam di tanah Cirebon sesuai dengan petunjuk dan amanat yang telah ditanamkan kepada seluruh santri santrinya selama menimba ilmu yang begitu cukup lama.

Diantaranya para santri/murid yang berguru pada Sunan Gunung Jati,namanya Ki Kanum dan Ki Serut merupakan murid yang dapat dipercaya untuk ikut bagian dalam menyiarkan agama islam,hingga pada suatu saat Ki Kanum dan Ki Serut mendapat tugas untuk menyiarkan agama islam di wilayah Cirebon Timur.

Setelah mendapat tugas mulia dari Sunan Gunung Jati mereka memohon diri  dan mohon doa restu untuk berangkat sesuai yang telah di amanatkan oleh Sunan Gunung Jati.

Kepergian mereka berdua dalam pengembaraaannya dilakukan dengan rasa senang hati,walaupun harus menempuh perjalanan yang cukup jauh dan melelahkan dari hari kehari,minggu keminggu bahakan bulan berganti bulan keluar hutan masuk hutan hingga pada suatu saat ia berada di sebuah hutan belantara yang sangat subur makmur,maka disitulah mereka lalu membuat tempat berteduh,semakin lama mereka berada di tempat tersebut dan semakin betah,karena alamnya yang begitu subur juga aliran sungai/kali yang mengalir cukup jernih,lalu mereka mencoba untuk totor alas/hutan untuk dijadikan pemukiman dan ladang mereka untuk kehidupan sehari-hari.

Melihat ladang yang mereka garap sangat subur,sehingga hasilnyapun sangat memuaskan,sehingga lama kelamaan pemukiman tersebut banyak di datangi oleh orang-orang yang ingin mencari kehidupan baru,kedatangan mereka tersebut oleh Ki Kanum dan Ki Serut disambut dengan rasa senang hati sambil diajarkan cara tanam di ladang yang ia garap,sedangkan pada waktu malam mereka diajarkan tentang agama Islam hingga larut malam.

Tentu saja dengan rasa senang hati mereka belajar di segala bidang ilmu,maka ki Kanum dan ki Serut membimbing mereka sangat luwes dan tegas,sehingga mereka merasa segan kepada Ki Kanum.Di tempat tersebut kehidupannya sangat tentram ayem tak seorangpun berani mengganggunnya walau pada masa itu banyak begal/perampok tapi tidak seorangpun yang berani mengusik ketenangan yang ada dilokasi tersebut.

Diwilayah pemukiman itu terdapat kali yang bernama Ciamis,dikali tersebut dengan secara tiba-tiba menjadi suatu daratan yang dapat digunakan sebagai ladang pertanian,ladang tersebut setelah dikelola hasilnya sangat memuaskan,sehingga mereka semakin rajin mengelolah ladang tsb,sedang asyik-asyiknya ia menggarap/mencangkul tiba-tiba diketemukan sebuah alat kesenian berupa GOONG,kemudian benda tersebut ia rawat dengan baik,bahkan dapat dipergunakan manakala mau mengadakan musyawarah dengan memukul Goong tsb musyawarah yang biasanya mereka pergunakan pada waktu menerima ilmu dari Ki Kanum,sehingga tempat tsb dinamakan Sigong.

Pada waktu sore hari menjelang Ashar banyak orang-orang yang mau mandi dan mengambil air wudlu untuk sholat,kebanyakan orang-orang mandi di kali Ciamis itu adalah orang yang dianggap masih mempunyai darah Biru/orang Agung,sehingga kali tsb sampai sekarang dinamakan Kali Agung.

Lama kelamaan permukiman tersebut berkembang dengan pesat walaupun yang ada di daerah itu satu sama lain merupakan orang pendatang,akan tetapi ia hidup rukun dan damai,berkat bimbingan dan didikan Ki Kanum yang telah ditanamkan kepada mereka,Ki Kanum dan Ki Serut semakin lanjut usianya,hingga pada suatu saat ia dipanggil oleh Yang Maha Kuasa.

Dan untuk selanjutnya cita-cita yang menuju masyarakat mengerti tentang ajaran islam kepada anak cucunya kelak dikemudian hari,maka Embah Kuwu Bagong meneruskannya.Embah Kuwu Bagong merasa perlu menjalin kerjasama dengan Ki Kholil Asmanudin dari Ender,untuk merintis dan mengembangkan ajaran agama islam kepada anak didiknya dengan mendirikan Pesantren yang diberi nama Salafiyah yang hingga sekarang masih berkembang di Desa Sigong.

Catatan : perlu kita ambil hikmahnya begitu tulus dan ikhlasnya para leluhur desa sigong yang telah berjuang membabat alas/hutan hingga menjadi sebuah perkampungan/Desa dan memberikan pelajaran dunia berupa cara bercocok tanam/pertanian dan pelajaran hal syiar Agama Islam hingga sampai sekarang masyarakt di desa itu mayoritas beragama Islam,kami sebagai penerus sungguh bangga atas apa yang telah diwariskan kepada masyarakat Sigong,ambil semua hikmah yang ada didlam cerita ini dan jangan lupa mendo'akan mereka gimanpun Allah telah memeberikan jalan pada masyarakat Sigong akan ketokohannya,adanya kita bertempat di desa tersebut ya adanya jasa dari beliau,amin.

Prabu Kiansantang

Prabu Kiansantang adlah seorang tokoh tasawuf dari tanah pasundan yang ceritanya begitu melegenda khususnya di hati masayarakat pasundan dan kaum tasawuf di tanah air pada umumnya.Tokoh Prabu Kiansantang ini pertama kali berhembus dan dikisahkan oleh Raden Cakrabuana atau Pangeran Walangsungsang ketika menyebarkan Islam di tanah Cirebon dan Pasundan,Pangeran Cakrabuana adalah anak dari Kanjeng Prabu Siliwangi atau Prabu Jaya Dewata Raja Pajajaran,yang dilahirkan dari Permaisuri ketiga yang bernama Nyi Subang Larang,Nyi Subang Larang sendiri murid dari Mubalig Kondang yaitu Syeh Maulana Hasanudin atau yang lebih dikenal dengan sebutan Syeh Kuro Krawang.

Pada waktu itu ketika Raden Walangsungsang memilih untuk pergi meninggalkan Galuh Pakuan atau Pajajaran,yang disebabkan oleh keberadaan haluan dengan keyakinan ayahanya yang memeluk agama''Shangyang''pada waktu itu.Diriwayatkan beliau berkelana menyi'arkan Islam bersama adiknya yaitu Rara Santang[Ibu dari Syarif Hidayatullah atau''Sunan Gunungjati''] dengan membuka perkampungan di pesisir utara yang menjadi cikal bakal Kerajaan Caruban atau Kasunanan Cirebon yang sekarang adalah''Kota Madya Cirebon''.

Legenda Kian Santang sendiri diambil dari sebuah kisah nyata,dari tanah Pasundan tempo dulu yang ceritanya pada waktu itu tersimpan rapi berbentuk buku Perpustakaan Kerajaan Pajajaran,karena Pajajaran adalah hasil penyatuan dua kerajaan antara Galuh dan Kerajaan Sunda Pura yang dimana kerajaan Galuh dan Sundapura adalah dua kerajaan pecahan dari Tarumanegara,yang dimasa Prabu Purna Warman yaitu Raja ketiga dari kerajaan Taruma Negara yang pecah menjadi Tarumanegara yang berganti Sundapura dan Ibukota lama menjadi Galuh Pakuan,dan Jaya Dewata menyatukan kembali dua pecahan Kerajaan Tarumanegara menjadi Pajajaran.

Dimana di kisahkan pada waktu abad 4M atau tahun 450 pernah terdapat putera mahkota yang sakti mandraguna  bernama Gagak Lumayung yang dalam ceritanya''ditataran sunda dan sekitarnya,tak ada yang mampu mengalahkan ilmu kesaktiannya,hingga suatu saat datang pasukan dari Dinasti Tang yang hendak menaklukan kerajaan Tarumanegara,namun berkat Gagak Lumayung,pasukan Tang dapat dihalau dan tunggang langgang meninggalkan Tarumanegara.

Semenjak itu Raden Gagak Lumayung deberi sebutan ''KIANSANTANG''atau ''Penakluk pasukan Tang'' Diceritakan Sang Kiansantang ini karena saking saktinya hingga ia rindu kepingin melihat darahnya sendiri,hingga sampailah disuatu ketika sa'at dia mendapat wangsit di tapabratanya bahwa di tanah Arab terdapat orang sakti mandraguna,konon dengan ajian Napak Sancangnya Raden Kian Santang mampu mengarungi lautan dengan berkuda saja.''Dimana dalam ceritanya ketika sampai di pesisir beliau bertemu seorang kakek dan padanya dia minta untuk di tunjukan dimana orang sakti yang Kian Santang maksud tersebut''.Dan dengan senang hati di kakek tersebut menyanggupinya dan sementara di amengajak beliau''Kian Santang''untuk mampir dulu kerumahnya.

Al-kisah setelah sampai dirumahnya tongkat dari sang kakek tersebut tertinggal di pesisir dan minta Kian Santang untuk mengambilnya,konon dikisahkan  Kian Santang tak mampu mencabutnya sampai tangannya berdarah-darah,disitulah Kian Santang baru sadar kalu kakek itu adalah orang yang dicarinya.Dan akhirnya dengan membaca kalimah Syahadat yang diajarkan Sang kakek tadi''yang akhirnya menjadi guru spiritualnya''Tongkat tersebut dapat di cabutnya''

Cerita tersebut membumi sekali sampai saat sekarang,dan yang aneh kebanyakan orang menduga kalau Kian Santang itu Raden Walangsungsang,padahal banyak sekali cerita yang sepadan dengan kisah Raden Walangsungsang tersebut,yang sesungguhnya dialah yang mengisahkan justru dialah si pelaku[Raden Walang Sungsang atau Pangeran Cakrabuana]sebagai tokoh yang diceritakannya itu.Tujuan adalah hanya sebagai media dakwah dan penyebaran Islam di bumi Cirbon dan sekitarnya,sehingga sampai sekarang banyak kalangan yang menyangka Raden Walangsungsang adalah Kian Santang bahkan ada yang menafikan Kian Santang adlah adik Cakrabuana dan kakak dari Rarasantang.

Raden Walangsungsang mengambil cerita ini dari Perpustakaan Kerajaan Pajajaran dengan pertimbangan karena kisah itu mirip dengan kisahnya,yang di mana Kian Santang setelah pulang dari Arab dia ingin mengislamkan ayahandanya Prabu Purnawarman namun ditolaknya dan Kian Santang memilih meninggalkan Istana dan tahtanya diberikan pada adiknya Darmayawarman,begitu pula Raden Walangsungsang yang pernah merantau ke Arab dan menikahkan adiknya Rarasantang yang di ambil istri oleh putra Kerajaan Mesir waktu itu dan pernikahan berlangsung di Mesir yang dari perkawinan inilah nanti akan lahirlah Raden Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunungjati.

Keinginan Walangsungsang untuk mengislamkan Prabu Siliwangi ditolak mentah-mentah dan ayahnya tidak inging bertarung dengan anaknya maka dia memilih mensucikan diri bertapa,konon beliau menjelma  Macan Putih,pengambilan kisah penokohan dalam sebuah cerita seperti ini sebenarnya pernah pula terjadi pada era sebelum Raden Walasungsang yang tepatnya dilakukan oleh Raja Jaya-Baya[Raja Islam pertama di tanah Jawa]dari kerajaan Panjalu Kediri,dimana suaktu masih dipegang Raja Airlangga Kerajaan tersebut bernama Kahuripan dan karena kedua anaknya semua meminta tahta maka Kahuripan di bagi dua yaitu Panjalu dan Jenggala,sepanjang perkembangan dua kerajaan terseut selalu bermusuhan dan pada masa kerajaan Panjalu di Rajai oleh Jaya-Baya,panjalu mampu menaklukan Jenggala dan disatukan lagi antara Jenggala dan Panjalu.

Pada waktu menaklukan Jenggala Rajanya Jaya Baya meminta Empu Sedha dan Empu Panuluh untuk mengutip naskah dari India yang judulnya Maha Barata,namun di ferifikasi dengan gaya jawa,sebagai perlambang atas kemenangan perang saudara Panjalu dan Jenggala,yang akhirnya kitab tersebut di beri judul Barata-Yuda,dan dalam kisah klasik jawa ini banyak kalangan masyarakat yang mengira Jaya Baya adalah kelanjutan dari Trah Barata yaitu cicit dari Parikesit Putra Abimanyu.

Juga kisah lainnya yang srupa pernah pula hadir kemasyarakat yang tujuannya waktu itu sebagai media dakwah untuk melindungi rongrongan ajaran syariat terhadap kaum sufi,maka ketika bergerak menyebarkan Islam Walisanga menurut banyak kalangan membuat cerita al-halaq fersi Indonesia yaitu Syeh Siti Jenar,yang menurut Doktor Simon dari UGM Jogya berdasarkan temuannya karya-karya besar berupa naskah suluk dari Sunan Kalijaga dan lain sebagainya,dapat dipastikan tokoh Siti Jenar adalah Imajenar hanya untuk media dan melindungi Islam agar tetap pada ajaran ahlusunah wa jamaah.dan sampai saat ini pendapat itu masih simpang siur dan menjadi perdebatan dan polemik panjang oleh para ahli sejarah di Tanah Air,nuhun Rahayu rahayu.

Jumat, 15 Juni 2012

SEJARAH NAMA DESA KARANGMEKAR

Asal Cerita Rakyat Desa Karangmekar,Kecamatan Karangsembung,Kabupaten Cirebon
Asal dari Desa Kubangkarang dan terwujud dari Desa Kubangkelor dan Desa Karangsembung Wetan.

Pada masa zaman Wali Sanga,Syeh Syarif Hidayatullah,Sultan Gunung Jati Cirebon,sebagai Imam Wali dan sebagai Penasihat Wali ialah Pangeran Cakra Buana alias Embah Kuwu Sangkan alias Embah Kuwu Cirebon.

Kisah pada suatu ketika di Keraton Cirebon sedang mengadakan musayawarah yang di hadiri oleh Sultan Kalijaga,para Pangeran Cirebon dan hadiri pula oleh Embah Kuwu Cirebon,dalam musyawarah tersebut sedang memperbincangkan rencana untuk mmembuat suatu kampung/desa/pedukuhan yang akan diberi Gebang Kinatar.

Didalam musyawarah mendapat keputusan bahwa Emah Kuwu Cirebon untuk di tugaskan mencari tempat kesebelah timur  yang ditemani oleh gadeknya yakni Embah Berai,adapun Sultan Cirebon dan Sunan Kalijaga,serta para Pinangeran ke daerah Lurah Agung Kuningan.

Keberangkatan Embah Kuwu Cirebon Girang yang disertai Embah Berai sambil menunggangi JaranArbapuspa /Kuda  Sembrani menuju kearah timur,dikarenakan keadaan masih hutan belantara maka dalam penelitian sangat hati-hati sebab untuk dijadikan suatu Pedukuhan/desa,dalam perjalanan Embah Kuwu Cirebon dan Embah Berai sampailah di suatu tempat,beliau melihat suatu Cahaya yang sangat menarik perhatian,setelah di telusuri terdapat dataran yang resik dan ada sebuah Kubang/Balong,kemudian Embah Kuwu Cirebon bersemedi,agar kelak di hari kemudian akan menjadi desa yang Aman Tentrem Loh Jinawi Kerto Raharjo,kaya orang rerawat miskin Ora Gegolet [Hidup Sederhana] setelah mendapatkan Rahmat dari Allah Yang Maha Kuasa,Embah Kuwu dengan memandang yang jauh meyakinkan,bahwa tempat ini bisa dijadikan Pedukuhan/Desa,kemudian untuk tanda bukti dan ciri,Embah Kuwu Cirebon menancapkan Tongkat disebelah barat Kubangan dan Embah Kuwu bersama Embah Berai dengan menunggang Kuda/Jaran tersebut menuju Lurah Agung Kuningan dimana para Wali dan Pangeran menunggunya,kemudian Embah Kuwu Cirebon melaporkan hasil kerjanya kepada Sultan Cirebon,sambil menunjuk kearah utara dengan berbahasa jawa,KUH BANG ELOR ANA TEMPAT KANG BAGUS LAN RESIK KANGGO DI DAIAKEN PENDUKUHAN/DESA LAN WIS DI UPAI CIRI/tanda sebelah Kulon Kubang wis ditancepi tongkat.

Yang akhirnya di dalam musyawarah Sultan Cirebon tertarik dengan kalimat/pembicaraan Embah Kuwu Cirebon,maka minta persetujuan bahwa penduduk/Desa diberi nama''KUBANGKELOR'' mengambil kalimat dari KUH EBANG DINGIN KERSANING MAHA SUCI para wali dan para pinangeran sangat menyetujuinya untuk untuk diberi nama''KUBANGKELOR''.

Menurut cerita bahwa Tongkat Embah Kuwu Cirebon yang di tancapkan kersaning Yang Maha Kuasa lan Pemurah menjadi sebatang Pohon Gebang.

Yang selanjutnya di musayawarahkan untuk membuat pedukuhan/desa yang pantas untuk memeliharanya,akhirnya hasil musyawarah diserahkan kepada ke 4 orang anaknya Embah Kuwu Cirebon dengan nama masing-masing :

1.Sang Ratu Imas Geulis Anom
2.Pangeran Guru Maya,yang ditempatkan disebelah Girang dan Kawentar Hulu Dayeuh.
3.Pangeran Gegesang/Pangeran Maya Giri/Pangeran Panuhunan yang ditempatkan ditengah dayeuh.
4.Pangeran Sang Hyang Rancasan yang di sebut juga Pangeran Giri Laya[Pangeran Seberang Lautan]
   yang di tempatkan sebelah utara dengan Kawentar Birit Dayeuh.

Dalam melaksanakan membuat desa tersebut Empat bersaudara sangat bersatu bahu membahu dan dibantu oleh Masyarakat yang berdatangan berasal dari daerah Pasundan.Di dalam keputusan musyawarah seminggu sekali setiap hari Selasa di adakan musyawarah yang selalu dihadiri Embah Kuwu Cirebon Girang dan tidak ketinggalan dihadiri oleh Embah Berai yang selalu menunggangi Jaran Se,brani,dan di sebelah barat pohon Gebang di buat Istal/tempat Kuda dan sering di sebut dengan Blok erbang/Pagebangan[sebelah Timur menjadi Balai Desa sekarang] setelah menjadi Desa Kubangkelor  keadaan menjadi aman tentram kerta raharja banyak masyarakat berdatangan dari daerah Kuningan untuk menjadi warga Desa Kubangkelor.

Dengan singkat cerita setelah Wafatnya ke Empat Bersaudara yang dikebumikan di masing-masing tempatnya,selanjutnya dalam melanjutkan pemeliharaan Desa dilanjutkan oleh keturunannya.

Terlisah yang melanjutkan mengurus Desa Kubangkelor adalah Embah Buyut Warsi/Embah Buyut Gembeng,yang mempunyai dua anak laki-laki yang pertama Ki Buyut Bekong dan ditempatkan sebelah Selatan Laut sekarang Desa Ender,dan yang ke dua Ki Buyut Winangun yang ditempatkan di sebelah Selatan Jalan laut yang sekarang Desa Pangenan pada waktu itu sebagai Cantilan Desa Kubangkelor.

Kehidupan dan penghidupan masyarakat Desa Kubangkelor kebanyakan para petani yang di pimpin langsung oleh Embah Buyut Warsi/Embah Gembeng.

Terkisah sewaktu musim menanam Padi dan kebetulan saluran pengairannya bersatu dengan Tanah Sawah Desa Karangmalang sedangkan pesawahan rakyat Kubangkelor,yang berada di sebelah Utara yang sekarang Blok Putat.Rakyat Tani Desa Kubangkelor setiap mengairi sawahnya selalu diganggu oleh Ki Buyut Jasmiran/Buyut Karangmalang,sedangkan Ki Buyut Jasmiran tidak pernah mencari air ke girang yang akhirnya oleh masyarakat di laporkan kepada KiBuyut Warsi/Buyut Gembeng oleh karena rasa tanggung jawab kepada masyarakat demi kemajuan pertanian yang akhirnya Buyut Warsi turun tangan dan diperintahkan kepada para petani supaya mengairi sawahnya dan akan diawasi oleh Buyut Warsi,ternyata kketika rakyat Tani sedang mengairi sawahnya,maka oleh Ki Buyut Jasmiran saluran air kejurusan Blok Putat di tambaknya rapat-rapat dan airnya di alirkan semuanya ke tanah Desa Karangmalang setelah di ketahui atas perbuatannya Ki Buyut Jasmiran tersebut maka oleh Ki Buyut Warsi yang akhirnya terjadilah perkelahian antara ki Buyut Jasmiran dan Ki Buyut Warsi dikarenakan Ki Buyut Jasmiran tidak mengakui atas perbuatannya,pertarungan/perkelahian terjadi selama 7 hari 7 malam masing-masing mempunyai kekuatan kesaktian,kekuatan Ki Buyut Jasmiran betul-betul kuat totosan bojana,kulit tidak mempan dengan segala perkakas,adapun kekuatan Ki Buyut Warsi/Gembeng mempunyai ilmu Banyu Sakti,apabila terkena sabetan Golok/Pedang bila terkena mengeper atau lunak seperti kena benda Karet dengan kelihatan Ki Buyut Warsi setiap memukul/menyabetkan Pedang/Goloknya selalu satu tempat saja,dengan pemikiran sekalipun bagaimana kuatnya kalau di sabet satu tempat pasti hancur,maka ternyata Buyut Jasmiran menyerah kepada Ki Buyut Warsi/Gembeng,yang akhirnya Ki Buyut Jasmiran mengeluarkan kata-kata kepada anak cucunya/kepada rakyat Karangmalang jangan kamu berani kepada rakyat Desa Kubangkelor dan beliau terus permisi pulang setelah memberikan amanat,Ki Buyut Jasmiran tidak pulang ke rumahnya tapi terus berdiam di Gubugnya di sebelah Utara Karangmalang sampai pada Wafatnya dan sampai sekarang dinamakan Blok Jasmiran adapun Ki Buyut Warsi terus pulang kerumahnya yang berada di Blok Tengah Dayeuh/Blok Keramat sampai Wafat.

-Terkisah entah Kuwu ke berapa Kuwu Kubangkelor namanya Bapak Pasmen sampai tahun 1902

-Pada tahun 1914 Desa Karangsembung tidak dapat melunasi Pajak maka oleh Pemerintah Daerah di
 Mekarkan di bagi menjadi dua Desa sebelah Barat nama Desa Karangsembung Kulon dan sebelah Timur
 Desa Karangsembung Wetan yang menjabat bapak Ijang yang melunasi pajak waktu itu Desa Kubangkelor

Pada tahun 1918 di adakan pemilihan Kuwu Desa Karangsembung Wetan dan terpilihlah Bapak Ahmad Bodong,dan diberhentikan tidak hormat dikarenakan melanggar administrasi,kemudian oleh Pemerintah Kabupaten Cirebon di tawarkan kepada Kuwu Karangtengah untuk menyelesaikan administrasi Desa Karangsembung Wetan akan tetapi tidak bersedia dan oleh Pemerintah Kabupaten Cirebon di tawarkan kepada Desa Kubangkelor pada waktu itu Kuwunya bapak Natawijaya dan sanggup bersedia untuk menyelesaikan administrasi.Tahun 1920,Kuwu Natawijaya mengadakan musyawarah yang disaksikan oleh Kecamatan dan Kabupaten untuk menyatukan Dua Desa yaitu Desa Kubangkelor dengan Karangsembung Wetan diambil Kubang dan Desa Karangsembung Wetan diambil Karang dijadikan satu Desa menjadi Desa Kubangkarang,bapak Kuwu Natawijaya sampai tahun 1928 sebagai Kuwu.
Terus berganti Kuwu :

-Bapak Kuwu Durgi tahun 1928-1932
-Bapak Kuwu Sutawijaya tahun 1932-1941
-Bapak Kuwu Emon tahun1941-1945
-Bapak Kuwu Saptari tahun 1945-1947

Dalam tahun 1947 masa kedaulatan rakyat yang menjabat Kuwu adalah Bapak Abdurahman jabatan Jurutulis.

Dalam tahun 1947 Agresi Belanda kembali menjajah Indonesia,semuanya para aparat Pemerintahan Desa Kubangkarang Angkatan 1945 meninggalkan Desa dan turut serta berjuang dengan Tentara Keamanan Rakyat[TKR].

Pemerintahan Desa kembali dipimpin oleh Bapak Saptari,Perangkat Desa dalam tahun 1948 seorang Pejuang yang melawan Belanda brnama Bapak Jarsa setelah tertembak sehingga mati oleh pasukan patroli Serdadu Belanda,sewaktu sedang melakukan  ke Desa Kubangkarang.

Dalam tahun 1949 Pemerintah Kedaulatan Rakyat kembali merdeka,Pemerintah Belanda kembali kenegerinya dan Pemerintahan Desa Kubangkarang kosong pada saat itu,atas kebijakan Bapak Bupati Cirebon,menunjuk Bapak Abdurahman menjabat kembali untuk menyelesaikan administrasi Desa dan menyusun aparat Pemerintahan Desa,masyarakat desa mendukung pencalonan Kuwu tetapi Bapak Abdurahman tidak mau dicalonkan untuk menjadi Kuwu.

Pada tahun 1950 mengadakan pemilihan Kuwu desa Kubangkarang yang terpilih Bapak Kusba sampai tahun 1967,pada tahun 1967 mengadakan pemilihan Kuwu Desa Kubangkarang calonnya ada Tiga yaitu Bapak Kusba,Bapak Taryan,Bapak Warja,antara Bapak Kusba dan Bapak Taryan menang tipis beda satu saja yang dimenangkan oleh Bapak Taryan dari ABRI yaitu anggota CPM Cirebon.

Pada intinya : desa Karangmekar adalah Pamekaran Desa Kubangkarang
Batas dan Luas Wilayah
Desa Karangmekar,Kec.Karangsembung Kab.Cirebon
A.Luas Wilayah desa232.914 Ha/Km
B.Batas Wilayah
- Sebelah Utara : Desa Japura Kidul
- Sebelah Selatan : Desa Kubangkarang
- Sebelah Barat : Desa Sarajaya
- Sebelah Timur : Desa Karangmalang

Demikian kiranya bila ada kurang lebihnya mohon ma'af dan kami berharap untuk masyarakat Kubangkelor/Karangmekar patut bangga ternyata menurut sejarah Desa Kubangkelor adalah termasuk Desa yang menyimpan sejarah para leluhurnya yakni Prabu Kiansantang alias Embah Kuwu Cirebon Girang alias Eyang Cakrabuana alias Embah Kuwu Sangkan dan ditempati oleh keturunannya Para Pangeran Cirebon,harapan kami sebagai anak cucu dan keturunan jangan melupakan jasa beliau untuk senantiasa mengirimi do'a sebagai rasa penghormatan dan tali silaturahim baik dunia maupun talisilaturahim akhirat kang arane kirim Do'a. semoga Desa yang kita cintai mendapatkan Rhido Allah menjadi Desa kang Makmur seperti pada zaman para leluhur kita terdahulu.Amin