Sosok kebudayaan Cirebon yang berkembang hingga saat ini bukan merupakan cerminan atau ''karya,Karsa dan Rasa''(buah pikiran,akal budi)manusia Cirebon itu sendiri,melainkan lebih merupakan pembiasan dari kebudayaan asing(sunda,jawa,cina,arab,india,dll).Hal itupun kemudian diamini oleh Ahmad Syubbanuddin Alwy,yang dengan segenap ketegasannya mengatakan bahwa budaya Cirebon tidak memiliki identitas yang jelas.
Dalam perspektif kebudayaan,diakui atau tidak,Cirebon sesungguhnya merupakan sebuah fenomena menarik yang banyak menyedot perhatian berbagai kalangan.Cirebon ternyata tidak hanya diperbincangkan,tetapi juga memperbincangkan dirinya,bagi sebuah misteri,pada saat-saat peristiwa budaya berlangsung,Cirebon menjadi pusat perhatian,dari yang hanya sekedar ingin tahu sampai yang melakukan berbagai penelitian sehingga menurut istilah Arthur S,Nalan,dewasa ini Cirebon telah menjadi sebuah wilayah yang sudah Lidig(tanah yang penuh dengan jejak kaki).Hal itu secara eksplisit memberi petunjuk pada kita bahwa sosok daerah itu memiliki daya tarik tersendiri,terutama yang menunjuk pada relasinya dengan tipikal seni budayanya yang unik.
Terbentuknya unikum budaya Cirebon yang menjadi ciri khas masyarakatnya hingga dewasa ini lebih disebabkan oleh faktor geografis dan historis,dalam konteks ini,sebagai daerah pesisir,Cirebon ejak sebelum dan sesudah masuknya pengaruh islam merupakan pelabuhan yang penting dipesisir Utara Jawa,oleh karena itu,dalam posisinya yang demikian itu,Cirebon menjadi sangat terbuka bagi suku,agama dan bahkan antar bangsa.
Menurut Pustaka Jawadwipa,pada tahun 1447M,kaum pendatang yang kemudian menjadi penduduk Cirebon saat itu,berjumlah sekitar 346 orang yang mencakup sembilan rumpun etnis,seperti Sunda,Jawa,Sumatera,Semenajung,India,Parsi,Syam(Siria),Arab,dan Cina.Sebagai konseksuensi logis dari realitas masyarakat yang sedemikian plural,proses akulturasi budaya dan sinkrentisme menjadi sebuah keniscayaan yang tak terelakan.
Demikianlah realita budaya Cirebon,identitas yang hibrid itu kemudian diejawantahkan ke dalam berbagai bentuk budaya material,mulai dari kain(batik),seni boga,seni pertunjukkan,hingga bangunan-bangunan ibadah(Setiadi Sopandi),Kompas 16/3/03,namun serapan-serapan budaya sering kali tidak hanya berbentuk seni,ttapi juga pada kehidupan sehari-hari yang sifatnya sangat mendasar,seperti pada sistem kepercayaan masyarakat.
Secara simbolik hibriditas kebudayaan Cirebon tampak pada bentuk ornamen kereta Paksi Naga Liman,kerata kebesaran Kesultanan cirebon dimasa lampau itu berbentuk hewan bersayap,berkepala naga,dan berbelai gajah,hal tersebut menyiratkan makna yang sangat mendalam bahwa konstruksi kebudayaan Cirebon terbentuk dari tiga kekuatan besar,yakni kebudayaan Cina(Naga),kebudayaan Hindu(gajah),dan kebudayaan islam(liman).
Kecenderungan kultural yang hibrid itu,seperti telah disinggung diatas,tampak pada berbagai jenis kesenian tradisional,sebut saja Topeng Cirebon misalnya,terutama dalam unsur-unsur visualnya adlah pengaruh budaya Cina,dalam hal ini Saini KM mengungkapkan,betapa miripnya hiasan kepala (tekes,siger)dan Topeng(kedok)yang dikenakan oleh tokoh-tokoh Topeng Cirebon dengan tokoh-tokoh Opera Peking.
Memang pengaruh budaya Cina begitu kuat mewarnai bentuk-bentuk kesenian milik masyarakat Cirebon,simak sja batik Trusmi dan lukisan kaca,ornamentasi kedua bentuk karya seni rumpun seni rupa itu(mega mendung dan wadasan)hasil adopsi dari motif-motif lukisan Cina,juga seni helaran Burokan mirip benar dengan seni pertunjukan Barongsay,harus diakui pula dalam sistem kepercayaan masyarakatnya sekalipun atas kehebatannya Suanan Gunung jati yang telah menjadikan islam sebagai basis religi,tetapi apabila kita cermati lebih seksama reduksi arkais budaya dan Hindu bercampur menjadi bagian Folway(tradisi,adat,kebiasaa)Wong Cirebon.
Bersambung....
Dalam perspektif kebudayaan,diakui atau tidak,Cirebon sesungguhnya merupakan sebuah fenomena menarik yang banyak menyedot perhatian berbagai kalangan.Cirebon ternyata tidak hanya diperbincangkan,tetapi juga memperbincangkan dirinya,bagi sebuah misteri,pada saat-saat peristiwa budaya berlangsung,Cirebon menjadi pusat perhatian,dari yang hanya sekedar ingin tahu sampai yang melakukan berbagai penelitian sehingga menurut istilah Arthur S,Nalan,dewasa ini Cirebon telah menjadi sebuah wilayah yang sudah Lidig(tanah yang penuh dengan jejak kaki).Hal itu secara eksplisit memberi petunjuk pada kita bahwa sosok daerah itu memiliki daya tarik tersendiri,terutama yang menunjuk pada relasinya dengan tipikal seni budayanya yang unik.
Terbentuknya unikum budaya Cirebon yang menjadi ciri khas masyarakatnya hingga dewasa ini lebih disebabkan oleh faktor geografis dan historis,dalam konteks ini,sebagai daerah pesisir,Cirebon ejak sebelum dan sesudah masuknya pengaruh islam merupakan pelabuhan yang penting dipesisir Utara Jawa,oleh karena itu,dalam posisinya yang demikian itu,Cirebon menjadi sangat terbuka bagi suku,agama dan bahkan antar bangsa.
Menurut Pustaka Jawadwipa,pada tahun 1447M,kaum pendatang yang kemudian menjadi penduduk Cirebon saat itu,berjumlah sekitar 346 orang yang mencakup sembilan rumpun etnis,seperti Sunda,Jawa,Sumatera,Semenajung,India,Parsi,Syam(Siria),Arab,dan Cina.Sebagai konseksuensi logis dari realitas masyarakat yang sedemikian plural,proses akulturasi budaya dan sinkrentisme menjadi sebuah keniscayaan yang tak terelakan.
Demikianlah realita budaya Cirebon,identitas yang hibrid itu kemudian diejawantahkan ke dalam berbagai bentuk budaya material,mulai dari kain(batik),seni boga,seni pertunjukkan,hingga bangunan-bangunan ibadah(Setiadi Sopandi),Kompas 16/3/03,namun serapan-serapan budaya sering kali tidak hanya berbentuk seni,ttapi juga pada kehidupan sehari-hari yang sifatnya sangat mendasar,seperti pada sistem kepercayaan masyarakat.
Secara simbolik hibriditas kebudayaan Cirebon tampak pada bentuk ornamen kereta Paksi Naga Liman,kerata kebesaran Kesultanan cirebon dimasa lampau itu berbentuk hewan bersayap,berkepala naga,dan berbelai gajah,hal tersebut menyiratkan makna yang sangat mendalam bahwa konstruksi kebudayaan Cirebon terbentuk dari tiga kekuatan besar,yakni kebudayaan Cina(Naga),kebudayaan Hindu(gajah),dan kebudayaan islam(liman).
Kecenderungan kultural yang hibrid itu,seperti telah disinggung diatas,tampak pada berbagai jenis kesenian tradisional,sebut saja Topeng Cirebon misalnya,terutama dalam unsur-unsur visualnya adlah pengaruh budaya Cina,dalam hal ini Saini KM mengungkapkan,betapa miripnya hiasan kepala (tekes,siger)dan Topeng(kedok)yang dikenakan oleh tokoh-tokoh Topeng Cirebon dengan tokoh-tokoh Opera Peking.
Memang pengaruh budaya Cina begitu kuat mewarnai bentuk-bentuk kesenian milik masyarakat Cirebon,simak sja batik Trusmi dan lukisan kaca,ornamentasi kedua bentuk karya seni rumpun seni rupa itu(mega mendung dan wadasan)hasil adopsi dari motif-motif lukisan Cina,juga seni helaran Burokan mirip benar dengan seni pertunjukan Barongsay,harus diakui pula dalam sistem kepercayaan masyarakatnya sekalipun atas kehebatannya Suanan Gunung jati yang telah menjadikan islam sebagai basis religi,tetapi apabila kita cermati lebih seksama reduksi arkais budaya dan Hindu bercampur menjadi bagian Folway(tradisi,adat,kebiasaa)Wong Cirebon.
Bersambung....